Sonntag, 12. September 2010

Kamera, Aku Nyasar!

Munich, November 2003 - Misiku hari ini adalah beli kamera digital di Muenchen. Harganya jauh lebih murah kalo beli di Indonesia. Kenapa harus beli hari ini? Karena besok Yanti mau balik ke Jakarta, acara pernikahan adiknya. Aku mau titip kamera ini untuk orang tuaku. Jadi mereka bisa upload foto supaya aku bisa tau perkembangan keluargaku di sana. Maklum, waktu itu mereka masih gaptek. Mereka masih belum terbiasa degan webcam dan lagipula tidak seperti sekarang, chatting via Skype atau Yahoo messenger belum jadi habit mereka.

Dari Freising ke Muenchen memakan waktu 40 menit kalau naik RE atau RB, kereta cepat. Sementara kalau naik S1, bisa sampai 45 menit. Karena aku baru 1 bulan di Jerman, aku bahkan tidak tau jalur mana yang untuk S1 jalur mana yang untuk RE atau RB. Aku takuuut sekali. Bagaimana kalau aku terbawa sampai Austria. Untungnya aku pernah diajak Anggoro ke Muenchen sebelumnya, satu kali. Berbekal pengalaman itu aku meyakinkan diriku sendiri aku bisa ke Muenchen sendiri.

Aku naik S1.

Sesampainya di Hauptbahnfhof (Central Station), aku harus ke daerah Kartstad-Karlplatz, karena aku tau kamera itu dijual di sana. Cuma bagaimana caranya? Banyak sekali pintu-pintu keluar di sana. Ada yang ke kanan, ke kiri. Sudah ke kanan ke kiri atau ke kanan lagi, terus ada juga yang ke bawah. Aduh, bagaimana ini? Aku lupa kemarin aku lewat yang mana. Meskipun banyak papan informasi dan arah-arahnya, aku juga lupa kemarin ke arah yang mana? OMG. Gawat. Mungkin kalo aku di Jakarta aku bisa bertanya kepada orang-orang yang berseliweran. Pasalnya aku trauma di sini kalo bertanya kita dicuekin orang. Boro-boro menjawab, menoleh ke kita pun itu sudah sukur.
Belum lagi mereka memandang aku seperti alien dari planet antah berantah. Anak kecil Asia berkerudung. Agak aneh bagi mereka. Waktu aku masuk Mensa (tempat makan universitas seperti kantin besar) pertamakali, suara sekian desibel langsung hilang ketika aku datang, karena mereka serta merta menoleh ke arahku.. aku hanya bisa tersenyum kepada mereka-meraka itu. Senyum memang senjata terampuh ternyata. Dan mereka pun melanjutkan lagi makannya. Kata Anggoro baru kali ada mahasiswi Asia berkerudung yang makan di situ. Hmm... "nice".

Akhirnya aku mengikuti arah keluar yang naik eskalator setelah melalui beberapa lorong. Sesampainya di atas aku kembali bingung. Wadoww, aku dimana ni? Boro-boro bisa balik ke Freising, sampai ke tempat kamera aja Alhamdulillah.

Buru-buru kutelpon Anggoro.

"Anggoro, aku di Muenchen, dan aku nyasar!"

"Kamu dimana?"

"Lha ya itu, aku ga tau. Kalo tau gak akan nyasar.."
.....
Alhasil setelah kuceritakan secara deskriptif bangunan-bangunan di sekitarku, ada secercah titik cerah setelah menerima arahan dari Anggoro. Tak lama aku berjalan, aku melihat tulisan Karstadt. Yuhuu!! Aku sampai. Aku bangga bukan main terhadap diriku sendiri. Aku berhasil.. aku berhasil. Keberhasilan kecil memang, tapi sekecil apapun keberhasilan itu perlu kita hargai. Kalau kita saja tidak menghargai keberhasilan kita, bagaimana kita bisa menghargai keberhasilan orang lain.
Sering tidak kita sadari bahwa keberhasilan itu tidak harus sesuatu yang besar. Sama dengan rasa takut. Rasa takut bukan hanya semata pada kegelapan, hantu, atau orang jahat. Tapi rasa takut juga hadir ketika kita diminta membacakan puisi atau bernyanyi di depan kelas, takut salah, takut diejek, takut dikomentari, takut gagal, dll. Kali ini, aku takut pergi sendiri ke Muenchen.

Aku menghargai sekecil apapun saat-saat dimana aku mampu mengatasi rasa takutku sendiri. Karena, aku yakin it's a small step to a bigger success! ;-) Kalau kali ini aku bisa menaklukan rasa takutku nyasar di Muenchen, mudah-mudahan kali lain aku bisa menaklukan rasa takut menjelajah di belahan bumi lainnya untuk bisa berbuat sesuatu yang bermanfaat bagi yang lainnya.

Kali ini saatnya aku menjemput kamera. Kamera, aku datang .....
Picture source:
hbfundhopp.wordpress.com/2009/01/13/raumschiff-ne-on






Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen